Merek - atau juga biasa dikenal dengan
istilah brand - adalah penanda identitas dari sebuah produk
barang atau jasa yang ada dalam perdagangan. Namun tidak hanya sebagai
identitas semata, merek juga berperan penting mewakili reputasi tidak hanya
produknya, namun juga penghasil dari produk barang/jasa yang dimaksud. Tak
heran jika branding menjadi bagian yang sangat penting dalam
pemasaran suatu produk/jasa.
Hak Merek adalah bentuk perlindungan HKI
yang memberikan hak eksklusif bagi pemilik merek terdaftar untuk menggunakan
merek tersebut dalam perdagangan barang dan/atau jasa, sesuai dengan kelas dan
jenis barang/jasa untuk mana merek tersebut terdaftar.
Satu hal yang perlu dipahami adalah, pendaftaran Merek untuk memperoleh Hak Merek bukan berarti ijin untuk menggunakan merek itu sendiri. Siapapun berhak memakai merek apapun - didaftar ataupun tidak - sepanjang tidak sama dengan merek terdaftar milik orang lain di kelas dan jenis barang/jasa yang sama. Hanya saja, dengan merek terdaftar, si pemilik merek punya hak melarang siapapun untuk menggunakan merek yang sama dengan merek terdaftar miliknya tadi, tentunya untuk kelas dan jenis barang/jasa yang sama.
Satu hal yang perlu dipahami adalah, pendaftaran Merek untuk memperoleh Hak Merek bukan berarti ijin untuk menggunakan merek itu sendiri. Siapapun berhak memakai merek apapun - didaftar ataupun tidak - sepanjang tidak sama dengan merek terdaftar milik orang lain di kelas dan jenis barang/jasa yang sama. Hanya saja, dengan merek terdaftar, si pemilik merek punya hak melarang siapapun untuk menggunakan merek yang sama dengan merek terdaftar miliknya tadi, tentunya untuk kelas dan jenis barang/jasa yang sama.
Indonesia adalah negara
hukum dan hal itu diwujudkan dengan berbagai regulasi yang telah dilahirkan
untuk mengatasi berbagai masalah. Berkaitan dengan kasus-kasus terkait merek
yang banyak terjadi. Tidak hanya membuat aturan-aturan dalam negeri, Indonesia
juga ikut serta dalam berbagai perjanjian dan kesepakatan internasional. Salah
satunya adalah meratifikasi Konvensi Internasional tentang TRIPs dan WTO
yang telah diundangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan
Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia) sesuai dengan kesepakatan internasional bahwa
pada tanggal 1 Januari 2000 Indonesia sudah harus menerapkan semua
perjanjian-perjanjian yang ada dalam kerangka TRIPs (Trade Related
Aspects of Intellectual Property Right, Inculding Trade in Counterfeit Good),
penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam TRIPs tersebut adalah
merupakan konsekuensi Negara Indonesia sebagai anggota dari WTO (Word
Trade Organization).
Karena peranan yang begitu urgent
demi berjalannya dan progress dunia perdagangan baik barang maupun jasa
dalam kegiatan perdagangan dan penanaman modal. Pada tahun 1961 Indonesia
mempunyai Undang-undang baru mengenai merek perusahaan dan perniagaan LN. No.
290 Tahun 1961 dengan 24 pasal dan tidak mencantumkan sanksi pidana terhadap
pelanggaran merek. Dengan meningkatnya perdagangan dan industri serta
terbukanya sistem ekonomi yang dianut Indonesia maka lahir berbagai kasus
merek.
Dengan pesatnya progres dunia
perdagangan marak sengketa merek yang khususnya menyerang pemilik merek
terkenal yang menimbulkan konflik dengan pengusaha lokal, berbagai alasan yang
menyebabkannya diantaranya :
1.
Terbukanya sistem ekonomi nasional, sehingga pengusaha nasional
dapat mengetahui dan memanfaatkan merek-merek terkenal untuk digunakan dan
didaftar lebih dulu di Indonesia demi kepentingan usahanya.
2.
Pemilik merek terkenal belum atau tidak mendaftarkan dan
menggunakan mereknya di Indonesia.
Banyaknya sengketa merek
maka pada tahun 1987 pemerintah menetapkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia No. M.01-HC.01.01 Tahun 1987 tentang “Penolakan Permohonan
Pendaftaran Merek yang mempunyai Persamaan dengan Merek Terkenal Orang lain”.
Dengan adanya aturan tersebut maka banyak sekali pemilik merek terkenal yang
mengajukan gugatan pembatalan mereknya dan banyak pula perpanjangan merek yang
ditolak oleh kantor merek dikarenakan mempergunakan merek orang lain. Keputusan
tersebut kemudian direvisi dengan Keputusan Menteri Kehakiman No. M.03-HC.02.01
untuk lebih memberikan perlindungan terhadap pemilik merek-merek terkenal.
Selama masa berlakunya UU
No. 21 Tahun 1961, banyak sekali perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam
dunia perdagangan, dimana norma dan tatanan dagang telah berkembang dan berubah
dengan cepat, hal tersebut menyebabkan konsepsi yang tertuang dalam
Undang-undang merek Tahun 1961 sudah sangat tertinggal jauh sekali. Untuk
mengantisipasi perkembangan tersebut maka pemerintah pada waktu itu
mengeluarkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang merek (LN. No.81 Tahun 1992) sebagai
pengganti UU No.21 tahun 1961.
Pemakaian sebuah merek tidak
hanya sebatas untuk meraup keuntungan. Merek memiliki tujuan lain yang tidak
hanya bisa dipandang dari segi ekonomi. Merek juga memiliki peran untuk
memperlancar kegiatan perdagangan barang atau jasa untuk melaksanakan
pembangunan. Untuk diperlukan perlindungan merek agar tidak membuat aktifis
plagiarisme semakin gencar dengan praktek kotornya. Karena pada
dasarnya perlindungan merek tidak hanya untuk kepentingan pemilik merek saja
akan tetapi juga untuk kepentingan masyarakat luas sebagai konsumen.
Tidak hanya terjadi di
Indonesia masalah mengenai perlindungan merek juga marak terjadi diberbagai
negara. Keuntungan yang didapatkan dengan cara yang tidak sulit mendorong sebuh
merek untuk ditiru atau numpang tenar layaknya seorang artis. Peniruan merek
terkenal marak terjadi memang dilandasi oleh “itikad tidak baik”. Semata-mata
tujuannya hanyalah materi, memperoleh keuntungan dengan nebeng dengan
popularitas sebuah merek. Perlakuan yang seperti ini memang tidak seharusnya
dan tidak selayaknya untuk mendapatkan perlindungan hukum. Perlindungan
terhadap merek terkenal dapat dilakukan dengan berbagai cara. Selain dibutuhkan
respon serta inisiatif pemilik merek, dapat juga dilakukan oleh kantor merek
dengan menolak permintaan pendaftaran merek yang sama atau mirip dengan merek
terkenal.
Ada beberapa hal yang patut
diperhatikan yaitu :
1. Tidak mengatur definisi
dan kriteria merek terkenal.
2. Penolakan atau pembatalan
merek, atau larangan penggunaan merek yang merupakan reproduksi, tiruan atau
terjemahan yang dapat menyesatkan atas suatu barang atau jasa yang sama atau
serupa apabila perundang-undangan negara tersebut mengatur atau permintaan
suatu pihak yang berkepentingan.
3. Gugatan pembatalan dapat
diajukan sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dari pendaftaran, namun tidak ada
jangka waktu apabila pendaftaran itu dilakukan dengan itikad tidak baik.
Ada 7 alasan yang menyebabkan suatu
permohonan merek harus ditolak oleh Ditjen HKI
1.
Mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang
sudah terdaftar lebih dulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
2.
Mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya pada pokoknya atau keseluruhan
dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa
sejenis;
3.
Mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal
milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang tidak sejenis
sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang
diterapkan dengan peraturan Pemerintah;
4.
Mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang
sudah dikenal;
5.
Merupakan
atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang
dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
6.
Merupakan
tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol
atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas
persetujuan tertulis dari pihak yang berwewenang;
7.
Merupakan
tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh
negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis pihak yang
berwewenang.
Labels:
Alasan Pendaftaran Merek ditolak,
Alasan Pendaftaran Merk ditolak,
cara pendaftaran merek,
Jasa Pendaftaran Merek,
Jasa Pendaftaran Merk,
Pendaftaran Merek,
pendaftaran merek di HAKI,
Pendaftaran Merk
Thanks for reading 7 Alasan yang menyebabkan Suatu Permohonan Merek Harus di Tolak oleh Ditjen HKI. Please share...!
0 Comment for "7 Alasan yang menyebabkan Suatu Permohonan Merek Harus di Tolak oleh Ditjen HKI"